Sabtu, 20 Desember 2014

Muhammad Sang Teladan

Ilustrasi
Ilustrasi
Jantung kepemimpinan adalah totalitas pengabdian kepada umat.
Muhammad SAW adalah utusan Allah. Selain sebagai rasul dan nabi terakhir, sosok manusia pilihan ini penuh dengan hal yang patut kita teladani. Salah satunya adalah sosoknya sebagai negarawan.

Setelah Rasulullah melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, ia banyak meletakkan fondasi-fondasi untuk membuat Muslim diterima dan membuatnya sebagai pemimpin teladan.

Fondasi ini berupa sikap dan perilakunya yang membuat warga Madinah kagum dan hormat padanya. Bahkan, rasa hormat ini juga datang dari warga non-Muslim, salah satunya dari warga Yahudi.

Dari buku Muhammad Sang Teladan karya Abdurrahman asy-Syarqawi, dijelaskan pada masa awal Muhammad datang ke Madinah, saat itu masih bernama Yatsrib, kaum Muslimin yang ikut berhijrah dengannya atau yang dikenal dengan nama Muhajirin mengalami kesulitan ekonomi.

Kebanyakan mereka bukanlah orang kaya. Apalagi, ditambah datang di tempat baru yang mereka tak punya hak tanah sama sekali sehingga mereka tak punya penghasilan. “Saat itu, Muhammad piawai melobi orang kaya Madinah yang punya tanah luas agar diberikan kepada para Muhajirin,” tulisnya.

Muhammad SAW mengimbau sahabat-sahabatnya untuk memberikan dana santunan, menyisihkan sebagian harta kekayaan mereka untuk mengurangi ledakan pengangguran dan kemiskinan. “Sangatlah tercela jika terdapat di antara sesama Muslim yang kelaparan, kekurangan, atau kesusahan, sementara yang lain ada yang hidup mewah,” ujarnya.

Muhammad tampil sebagai pemimpin yang memerhatikan rakyatnya. Sebagai pemimpin, ia menunjukkan tanggung jawab agar rakyatnya tidak mengalami kesulitan dalam ekonomi. Ketika berada di Madinah, yang menjadi prioritas utama Muhammad adalah menumbuhkan rasa cinta kasih di kalangan penduduk Madinah.

“Ia telah sukses menciptakan jalinan sosial yang harmonis antara suku Aus dan suku Kazraj hingga di antara mereka seperti tak pernah terjadi pertumpahan darah dan kekerasan,” tulis asy-Syarqawi.

Kewajiban utama yang harus dilakukannya ketika menginjak Madinah adalah mengintegrasikan semua warga yang tinggal di situ sebagai orang yang butuh perlindungan dan dukungan.

Zuhairi Misrawi dalam bukunya, Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad menuliskan, Rasulullah telah meletakkan beberapa fondasi penting hingga menjadikannya sebagai negarawan yang patut diteladani.

Pertama adalah fondasi teologis. Ketika Muhammad tiba di Madinah, hal pertama yang dilakukannya adalah membangun masjid. Pembangunan masjid ini mengajarkan sebuah nilai optimisme akan terwujud jika ada kebersamaan.

Ketika tiba di negeri baru, dengan berdirinya masjid memberikan semangat optimistis bagi Muslim untuk menuju kehidupan yang lebih baik setelah hijrah. “Masjid tidak hanya mengajarkan pentingnya ibadah ritual, tetapi juga mengajarkan pentingnya ibadah sosial sebagai bentuk nyata dari misi Islam, yaitu mengemban perubahan pada tataran empiris,” tulisnya.

Fondasi yang kedua adalah moralitas. Muhammad selalu menekankan pentingnya moralitas. Salah satunya adalah kejujuran. “Dalam bahasa modern, kejujuran ini dikenal dengan integritas,” katanya.

Selain kejujuran, kesabaran merupakan moralitas yang penting untuk dijadikan pegangan Muslim agar bisa menjalani kehidupan ini dengan cermat dan hati-hati.

Saling mengasihi juga diutamakan. Kasih sayang menjadi pengikat, baik dalam konteks internal sesama Muslim maupun konteks umat yang lebih luas.

Fondasi terakhir yang ditancapkan dalam membentuk sebuah pemerintahan adalah sosial politik. Selama 10 tahun berada di Madinah, Muhammad telah membangun tatanan masyarakat lengkap dengan konstitusinya yang membuatnya menjadi negara yang maju.

Prinsip utama yang diperlukan untuk membangun masyarakat ini adalah ditempuhnya jalur musyawarah. Musyawarah dan tukar-menukar pendapat merupakan pintu kemuliaan dan pintu berkah.

Sistem musyarawah ini memberikan inspirasi yang begitu mendalam bagi perjalanan negara-negara Islam. Masjid bisa menjadi tempat pilihan ketika melakukan sebuah musyawarah yang penting.

Seorang pemimpin memercayakan keterlibatan banyak pihak dalam menampung pendapat untuk kemaslahatan bersama. Diskusi dan konsultasi terus dilakukan dalam memecahkan setiap persoalan.

Muhammad sebagai seorang pemimpin selalu menerapkan musyawarah dalam banyak persoalan yang dihadapinya, bahkan untuk hal-hal genting, misalnya, keputusan perang yang akan diambil. “Sebelum Perang Badar, Muhammad meminta kepada para sahabat dan pengikutnya untuk bermusyawarah sebelum memutuskan sesuatu,” Misrawi.

Prinsip keadilan juga selalu dijunjung oleh Nabi Muhammad. Jika keadilan dijadikan sebagai panduan utama dalam menerapkan kebijakan publik, rakyat akan merasakan manfaat dari keputusan yang telah diambil oleh pemimpinnya. Dalam surah al-Nahl ayat 90, dijelaskan, “Sesungguhnya Allah menyerukan pada keadilan, kebijikan, kepedulian orang terdekat, serta menjauhi keburukan, kemungkaran, dan kezaliman.”

Sikap Muhammad SAW lain yang patut diteladani sebagai seorang negarawan adalah asketisme. Seorang pemimpin harus menjauhi dari kehidupan mewah nan glamor dan terlalu rakus pada kehidupan kehidupan duniawi.

Salah satu karakter dan keteladanan yang ditunjukkan Rasulullah adalah kesederhanaan dan menjauhi kemewahan. Bahkan, hartanya diperuntukkan bagi umatnya. Rasulullah memilih untuk tidak makan agar umatnya yang kelaparan mendapatkan makanan yang cukup.

“Nabi hendak memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa jantung dari kepemimpinan adalah totalitas pengabdian kepada umat,” kata Misrawi.

Satu hal yang pantas diteladani dari Rasulullah adalah ia selalu bersikap lemah lembut pada semua orang, termasuk Yahudi. Meski, sekian tahun lamanya orang Madinah selalu bersikap kasar pada mereka. Beliau menegaskan mengapa ia berlaku seperti itu karena ini menggambarkan ajaran Islam yang dibawanya merupakan misi persaudaraan dan penuh kasih sayang. Ini membuat orang Yahudi pun menaruh hormat.



Keberhasilan menyusun Piagam MadinahKedatangan Muhammad SAW di Madinah membuat banyak perubahan. Wilayah yang tadinya dipenuhi konflik antarsuku, kemudian bersatu dan menjadi negara baru yang penuh kedamaian.

Dalam buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad buah karya Zuhairi Misrawi, dituliskan Madinah semakin dikukuhkan sebagai salah satu pusat peradaban karena bisa menjadi tempat bagi kemajemukan yang terajut dalam persatuan untuk menjaga kepentingan bersama.

Madinah menjelma sebagai negara yang dihormati karena dipimpin oleh Muhammad yang patut diteladani. Untuk melengkapi terbentuknya sebuah pemerintahan yang berkeadaban, diperlukan sebuah konsensus yang dituangkan dalam bentuk konstitusi.

Konstitusi yang disusun ini kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah. Di dalamnya tertuang kebebasan setiap individu untuk memeluk keyakinan masing-masing tanpa ada diskriminasi dan intimidasi.

“Muhammad telah melahirkan sebuah konstitusi yang spektakuler, yang berangkat dari nilai-nilai yang telah memperkokoh fondasi kehidupan sosial politik,” katanya.

Abdurraoahman Asy Syarqawi dalam Muhammad Sang Teladan menuliskan, Muhammadlah yang mengajukan usulan untuk membuat perjanjian tertulis (pakta) yang dapat disepakati oleh semua pihak untuk saling mencintai dan saling berbuat jujur antarsesama, bersatu padu, memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, menjaga hak-hak tetangga, tidak melakukan perbuatan sewenang-wenang, tidak saling bermusuhan, dan tidak melakukan perbuatan dosa.

“Siapa yang melakukan pembunuhan akan diberi hukuman pidana mati. Barang siapa yang menyakiti atau melukai orang lain, akan dibalas setimpal dengan perbuatannya,” katanya..

Pakta ini disetujui oleh semua warga Madinah kala itu yang dikumpulkannya di sebuah masjid. Tak hanya Muslim pengikutnya yang memberikan tanda tangan pada piagam perjanjian Madinah (mitsaq) tersebut, tapi juga warga Yahudi dan bagian dari suku-suku lainnya. Mereka semua sepakat akan menindak pihak yang melanggar pakta tersebut.

Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad mengatakan, piagam itu berisi 47 pasal. Pasal terakhir berbunyi, “Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa.”

Di dalamnya terdapat aturan-aturan bagaimana memperlakukan umat lain selain Muslim. Ini berarti Nabi Muhammad berhasil merangkul berbagai kelompok yang cukup beragam yang ada di Madinah hanya dalam waktu beberapa tahun. Piagam yang dideklarasikan sekitar tahun 622 ini pun kemudian menjadi salah satu konstitusi tertua di dunia.

Rosita Budi Suryaningsih
Redaktur : Chairul Akhmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar