Kamis, 25 Desember 2014

Musyrik Dan Ciri-ciri Orang Musyrik

musrik
Assalamualaikum,
tolong jelaskan definisi musyrik dan ciri-ciri orang musyrik.
Saya sering mendengarkan kata2 tersebut dalam ceramah agama, tapi
sampai sekarang yang saya dengar, saya belum mengetahui definisinya.
terimakasih akan jawabannya
Wa’alaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh,
Bung Roy yang semoga senantiasa mendapat rahmat hidayah dan lindungan dari-Nya, kita tentu sedikit banyak sudah tahu sebenarnya apa itu musyrik dan bagaimana itu kelakuan orang-orang musyrik. Sejak kecil kita tentu pernah mengaji dan atau tiap Muhamaram di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, kita tentu pernah mendengar kisah perjuangan Rasulullah Saw dalam menegakkan kalimat tauhid dan menghadapi ancaman serta perlawanan keras dari kaum kafir Quraiys. Kaum Quraiys ini juga sering disebut sebagai Musyrikin Quraiys.
Definisi “Musyrik” sangatlah simpel, yakni menyekutukan Allah Swt dengan apa pun. Musyrik secara literer merupakan antitesa dari “Tauhid” yang memiliki arti: Mengesakan Allah Swt. Dan “Orang-Orang Musyrik” adalah mereka yang menyekutukan Allah Swt. Banyak sekali ayat Al-Qur’an Nur Kaiem yang menyatakan hal itu. Saya yakin, Anda pun sesungguhnya telah mengetahuinya.
Namun, berhubung Anda bertanya di dalam rubrik ini, maka saya berhuznudhon jika yang Anda maksud adalah “Definisi Musyrik di Dalam Dunia Kontemporer”, di mana seringkali orang menyatakan jika di dunia kita sekarang ini, antara kebenaran dengan kejahatan, antara al-haq dengan al-bathil, bahkan antara ketauhidan dengan kemusyrikan, banyak wilayah abu-abu. Saya tidak sepandapat dengan pandangan seperti itu. Islam adalah agama yang sederhana, jelas, dan tegas. Sebagai agama yang dijamin Allah Swt sebagai agama yang paripurna, yang paling sempurna, dan terjaga hingga akhir zaman maka Islam sangat terang benderang. Tidak ada wilayah abu-abu sedikit pun dalam Islam. Dan seharusnyalah, sebagai orang yang bersyahadat, kita juga tidak pernah ragu-ragu dalam menjalankan agama Allah Swt ini.
Kehidupan dunia adalah medan peperangan antara Pasukan Allah Swt melawan pasukan Iblis dan Dajjal. Sebuah peperangan antara para penyeru ketauhidan melawan penyeru kemusyrikan. Dan kian berkembangnya usia dunia, maka berkembang pula siasat, taktik, dan strategi kaum pengikut Iblis dan Dajjal untuk menyesatkan umat manusia dari jalan lurus ketauhidan. Taktik dan srategi mereka, manipulasi mereka, seakan kian maju dan kian canggih. Padahal sebenarnya, bagi seorang Muslim yang selalu awas, hal itu bukan halangan yang berarti.
Sejak dahulu hingga sekarang, kitab suci al-Qur’an pun telah berkali-kali memperingatkan, jika Yahudi merupakan musuh terbesar umat manusia. Allah Swt telah memberi mereka berbagai label yang mencirikan sifat-sifat dasar mereka, dari panggilan sebagai Kaum Kera dan Babi, hingga kaum yang fasik, suka berdusta, gemar memutar-mutar lidah mempermainkan ayat-ayat Allah, sering memberi kesaksian palsu, dan sebagainya.
Adalah kenyataan sejarah, jika kemudian orang-orang Yahudi ini tumbuh menjadi satu bangsa yang sangat kuat dan berpengaruh di dunia sekarang. Mereka menguasai jaringan media massa dunia, perbankan, militer, dan sebagainya. Mereka juga menciptakan berbagai ideologi yang memecah-belah umat manusia dari ketauhidan, antara lain Nasionalisme, Kapitalisme, Komunisme, dan lain-lain. Demokrasi pun dibuat oleh mereka.
Ada kesadaran yang salah selama ini tentang demokrasi. Banyak kalangan menyebut bahwa sistem pemerintahan buatan manusia ini berasal dari ajaran Plato, seorang filsuf Yunani, yang tertuang dalam bukunya “La Republica”. Mereka juga menganggap jika sistem pemerintahan Amerika Serikat sekarang, yang disebut sebagai Panglima Demokrasi Dunia, mengadopsi demokrasi-nya Plato. Ini salah besar! Sistem demokrasi sesungguhnya berasal dari Bani Israel, tatkala mereka, 12 suku, mendiami wilayah Palestina setelah keluar dari Mesir. Bani Israel telah menjalankan praktek ini berabad-abad sebelum Plato lahir. Sejarahnya sangat panjang, antara lain bisa kita baca dalam penelitian Max I. Dimont yang berjudul “Sejarah Yahudi”. Sistem demokrasi di Indonesia sekaran pun, yang mengadopsi sistem demokrasi Amerika, juga berasal dari “Sunnah Yahudi”.
Islam tidak mengenal demokrasi. Islam mengenal Syuro. Ini sangat berbeda secara prinsipil. Dalam Demokrasi, “Suara seorang pelacur dianggap sama dengan suara seorang Ustadz, masing-masing hanya dihitung satu suara”. Sedangkan dalam Syuro, hal ini tentu tidak akan ditemui. Inilah yang dikerjakan bangsa Indonesia sekarang, sehingga negara ini sampai 64 tahun setelah proklamasi kemerdekaan, bukan malah membaik malah kian hancur tak keruan.
Demokrasi merupakan salah satu tools kaum musyrik untuk memalingkan umat manusia dari petunjuk Allah Swt. Demokrasi inilah yang kemudian berhasil menjadikan orang-orang yang tadinya shaleh, orang-orang yang tadinya sepenuh hati memperjuangkan agama Allah Swt, orang-orang yang tadinya begitu berani menyuarakan al-haq dan menentang al-bathil dihadapan penguasa sekali pun, berubah menjadi orang-orang yang kelu lidahnya menyuarakan al-haq, menjadi orang-orang yang malu dengan perjuangan Islam, menjadi orang-orang yang membela kebathilan dan menyimpan al-haq rapat-rapat di dalam hatinya.
Demokrasi inilah yang telah mengubah orang yang tadinya kita kenal dengan sangat baik, menjadi orang yang asing dan ‘aneh’. Demokrasi inilah yang bisa mengubah seorang yang sebenarnya faqih dalam ilmu ilmu agama, namun bisa-bisanya menyepelekan perintah wajib menutup aurat para perempuan dengan menyebut hal itu hanya sebagai “persoalan selembar kain” saja. Banyak yang seperti ini sekarang. Bahkan ada yang tanpa malu menyatakan orang yang memilih tidak ikut proses sunnah-Yahudi ini sebagai orang-orang yang mubazir dan saudaranya setan.
Ini mengingatkan saya pada firman-firman Alah Swt, yang antara lain:
“Dan janganlah kamu campuradukan kebenaran dengan kebathilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahuinya” Al Baqoroh : 42.
“Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman mereka berkata ‘kami telah beriman’ tetapi apabila mereka kembali kepada setan – setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata “sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok – olok” Al Baqoroh : 14
“Dan apabila dikatakan kepada mereka jangan berbuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab ‘sesungguhnya kami justru orang – orang yang berbuat kebaikan’. Ingatlah sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadari” Al Baqoroh : 11 -12
“Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka perdagangan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk” Al Baqoroh : 16
Padahal, ancaman Allah Swt terhadap orang-orang fasik sungguh tidak main-main:
“Katakanlah (Muhammad) “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang yang lebih buruk pembalasannya dari orang fasik di sisi Allah? Yaitu orang- orang yang di laknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thagut. Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus” Al Maidah : 60
“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami berikan ayat – ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat – ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan, maka jadilah dia termasuk orang – orang yang tersesat. Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya kami tinggikan derajatnya dengan (ayat – ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya yang rendah, maka perumpamaan mereka seperti anjing. Jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia tetap menjulurkan lidahnya juga. Demikianlah perumpamaan orang – orang yang mendustakan ayat – ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah – kisah itu agar mereka berpikir” Al A’raf : 175 – 176.
Seorang Muslim seharusnya hanya tunduk pada Allah Swt dan Rasul-Nya. Sedangkan terhadap manusia lainnya, apakah dia menyandang gelar doktor, atau apa pun, selama dia menyeru pada ketauhidan maka ikutilah, namun jika dia sudah mulai “aneh-aneh”, maka ingatkanlah. Jika sudah diingatkan ternyata masih “Aneh”, maka tinggalkanlah. Inilah sebenar-benarnya tauhid.
Dalam zaman seperti sekarang, bertahan pada jalan ketauhidan memang jauh dari hingar-bingar duniawi. Tauhid adalah jalan para Nabi Allah yang sunyi dan banyak cobaan. Sebab itu, tidak banyak yang bisa bertahan meniti jalan ini dan akhirnya tergoda pada kelezatan duniawi, salah satunya yang bernama “Kekuasaan”. Semoga kita bukan termasuk orang-orang seperti ini. Amien Ya Rabb al amien. Wallahu’alam bishawab.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar