Sabtu, 27 Desember 2014

“Nusa Solot” Nama Purba “Pulau Flores” dan Penyebaran “Ata Lamaholot”

ATA LAMAHOLOT atau ATLANTIS LAMAHOLOT  teridentifikasi sebagai MANUSIA, Orang-Orang Lamaholot dengan segala turunan  yang terselamatkan dari sebuah kejadian, bencana.

ATLANTIS LAMAHOLOT dengan segala  generasi turunan, kekinian teridentifikasi  menjadikan Kepulauan Solor dan Daratan Timur Nusa Nipa (Pulau Flores), sebagai pusat peradaban, yang tertelusuri menyebar ke seluruh Nusa Nipa. Nusa Nipa, Nusa Ular merupakan nama mitologik  pulau Flores yang di temukan oleh Petu Sareng Orin Bao alias Pater Piet Petu, SVD (almarhum) dalam bukunya: “NUSA NIPA WARISAN PURBA” (1969).

Petu Sareng Orin Bao sendiri dalam bukunya  (hal 221), mengungkapkan kegusarannya, merasa aneh, kenapa nama Nusa Gede (Nusa Nipa), Pulau Flores, dinamai selaras dengan nama-nama nusa cilik, misalkan dengan nama nusa  Solor, nusa Ende. (catatan penulis: Nusa Ende adalah Pulau Ende, sebuah pulau kecil berhadapan dengan kota Ende).

Kegusaran Petu Sareng Orin Bao atas tidak terkenalnya nama Pulau Flores dalam lintasan Zaman Prasejarah melalui kepustakaan, rupanya menjadikan salah satu alasan untuk menelusuri nama asli, nama purba pulau flores, yang ditandaskan sebagai NUSA NIPA. Walaupun nama, sebutan purba pulau flores  itu sendiri sesungguhnya adalah NUSA SOLOT, PULAU SOLOR, seperti yang ditandaskan dalam bukunya (hal 221), bahwa:”…Sebagaimana diutarakan tahun 1287 penanggalan Caka mengachirkan masa prasedjarah Nusa Nipa oleh pemberitaan nama purbanja Solot. Sedjak itu Nusa Nipa menjadi  Nusa bersedjarah, dikenal dengan nama Solor atau Solot. Tetapi terhentinja zaman prasedjarah itu tidak mutlak dalam arti bahwa Nusa nipa dikenal merata dalam naskah-naskah tertulis” (catatan penulis: terkutip tetap menggunakan ejaan lama).

Muhammad Yamin dalam bukunya ”GAJAH MADA Pahlawan Persatuan Nusantara”,  cetakan pertama 1945, mengalami cetakan ulang ke 10,  1986, yang terujuk ini (hal 59 s/d 66) mengutip  syair Prapanca  dalam Kitab Negarakartagama pada zaman Gajah Mada 1364 tentang DAERAH TUMPAH DARAH NUSANTARA atau DAERAH DELAPAN, tertelusuri penemapatan kata SOLOT dalam syair 14, bait ke 5: ”Inkang sakasanusan Makasar Butun Banggawi, Kuni Ggaliyao mwang i(ng) Salaya Sumba Solot  Muar muwah tikang i Wandan Ambwan athawa Maloko Ewaning ri Sran in Timur makadi ning angeka nusatutur”.

Syair itu tertelusuri juga oleh Prof. DR. Drs. I Ketut Riana, SU  dalam bukunya:”Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama MASA KEEMASAN MAJAPAHIT” (2009) disertai terjemahannya yang lebih akurat: ”Tersebut pulau-pulau seperti  Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galiyan, serta Selayar Sumba, Solot, Muar, lagi pula  Wandan, Ambon, Wanin, Seram,  Timor dan pulau-pulau lainnya  berdekatan” (hal 102).

Dengan demikian dari telusuran  kepustakaan, saya berpendapat bahwa nama purba Pulau Flores adalah   sesungguhnya  Nusa Solot, seperti yang tersinyalkan sendiri  dalam  beberapa literatur, yang diteguhkan dengan kajian Petu Saren Oring Bao, baik seperti yang telah terkutip di atas, maupun dalam bahasan ”LINTASAN LINGUISTIK-NAMA PURBA SUKU-SUKU” (hal 22 s/d 49).

Ternyata penggunaan kata ATA  yang tertemukan  menyebut beberapa suku, etnis di sepanjang daratan Pulau Flores berasal-usul dari ATA LAMAHOLOT. Terwaris antara lain melalui bentuk  kerja sama, bala bantuan yang diberikan oleh ATA LAMAHOLOT di zaman prasejarah terhadap sesama ATA di sepanjang daratan pulau Solot (nama purba pulau Flores). Pemberian bala bantuan demikian tetelusuri secara cermat oleh Petu Sareng Orin Bao dalam konflik Kerajaan Nita versus Kerajaan Sikka di Flores Tengah Bagian Timur. Inti Purba Uma Ili, Kerajaan cilik Nita meminta bantuan dari DJAWA MUHAN (sebutan untuk ATA LAMAHOLOT). Namun bala bantuan yang dipimpin oleh DJAWA PALANG AMA  disabot oleh Kerajaan Sika dan menghancurkan Uma Ili Kerajaan Cilik Nita (hal 12).

”Sumber lisan Sika tandaskan bahwa Djawa Palang Ama adalah turunan nusa Adonara.  Perintjian mengenai nama gugusan pulau-pulau Solor tidak dibedakan dengan djelas. Umumnja penghuni gugusan Nusa Solor dinamai di Kowe sebagai  Ata Muhan, jang berarti penghuni nusa. Lebih tepat diduga nama puak Solot atau Ata Muhan  jang bermukim di Sika dan Nita adalah penghuni gugusan Nusa Solor jang menetap sejak perang Uma Ili”(hal 15) (catatan penulis: kutipan tetap dalam ejaan lama).

Dilanjutkan dalam bahasan tentang ”LINTASAN LINGUISTIK-NAMA PURBA SUKU-SUKU”, secara tekun Petu Sareng Orin Bao menelusuri secara saksama penamaan SUKU-SUKU purba dengan sebutan ATA, dengan menandaskan besar kemungkinan bermula dari ATA LAMAHOLOT. Seperti: 1. Ata Sigho, Ata Wolos -  Ata Holor,  Ata Kolor -  Ata Seso Bajo Bima di Flores Barat, Manggarai,;  2. Ata ’Bai,  Ata Djao,  Ata Ngao di Mbai, Bajawa, Ngada, Naga Keo (Flores Barat Bagian Timur),; 3. Ata  Aku, Ata Djao di Ende, Lio (Flores Tengah),; 4. Ata Eo(ng), Ata Aung- Ata  Aung Aung untuk Flores Tengah Bagian Timur (Sikka, Maumere),; 5. Ata Goen Take untuk Flores Timur, Lamaholot. Penelusuran nama-nama purba suku-suku dari bentuk genetivus,  kepunyaan  dimaksud untuk melacak asal-usul sebutan atau penggunaan kata ”ATA” untuk menyebut beberapa suku/puak yang tersebar dari Ata Eo(ng) di Nita, Maumera sampai  Ata Sigho, Ata Holor di Flores Barat, Manggarai (hal 22 s/d hal 49).

Akhirnya dapat tercermati penyebutan nama Solot, Solor dalam Kitab Negara Kertagama, sesungguhnya tidak hanya mencakup Pulau Adonara, Solor, Lembata, namun mencakup pula Pulau Flores, dan Kepulauan Alor. Sedangkan nama NUSA NIPA, yang ditandaskan Petu Sareng Orin Bao sebagai nama warisan purba Pulau Flores (pembuktian hal 62 s/d 167), sesungguhnya nama mitologik purba yang tidak tertemukan dalam penelusuran kepustakaan Prasejarah, namun menjadi sumbangan yang mengagumkan  dan membanggakan karena sangat berharga sebagai salah satu pembuktian identitas dan eksistensi ATA-ATA turunan ATLANTIS yang mendiami Kepulauan Solot, dalam menempatkan mithos Ular sebagai sesuatu magic religius melambangkan Air, Laut dan Matahari..

Seperti ditandaskan Padre Yoseph Muda,SVD  dalam RERAWULAN  TANAHEKAN  sebuah penelitian tentang  ASAL USUL BUDAYA ATA LAMAHOLOT, bahwa ”…penamaan purba Flores dengan Nusa Nipa, lebih didasarkan pengalaman akan air. Umat manusia purba selalu menyamakan air dengan ular. Suku bangsa dari Peru dalam kain tenunannya menggambarkan ular sebagai simbol dari air. Dalam Kitab Suci, ular di Taman Firdaus adalah simbol dari air yang membinasakan (Air Bah?). Dengan demikian  makna  ”nipa”  bisa juga berarti  ”air”. Jejak arti ini dapat dijumpai dalam bahasa Lamaholot, kata ”nipa”  berarti  ”basah” atau ”kuyup”.  Fungsi air itu lalu terlukis juga dalam ungkapan bahasa Sika: ”Rumi remit beme tana, beme tana kela tana”. Lebih jauh lagi , penemuan dalam bidang penelitian  budaya purba, ular juga digunakan sebagai simbol matahari. Dengan demikian maka ”Nipa” bisa juga berarti  ”Mata Hari”.  Jejak arti ini bisa ditemukan dalam  kata ”Nipon” (Jepang) yang berarti ”Matahari terbit”. Dengan demikian dalam koda lamaholot  ditemukan oleh Petu Sareng Orin Bao sebagai ”heliocentris”: ”Koten rae lera matan, ikung lau lera helut”= Konsep asal muncul (matahari terbit atau mata air) dan akhir singgah (terbenamnya matahari atau tujuan akhir mengalirnya air sungai). ”Koten pana doan, ikung gawe lela”= sebuah ungkapan simbolis dari gerak muncul dan menghilangnya matahari” (hal 19).

Bandingkan dengan Prof. Arysio Santos: “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found”, The Devinitive Localization of Plato’sLostCivilization(2005), diindonesiakan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009), menandaskan  Ular Ouroboros padanan dengan Samudra, Lautan, sebenarnya berarti ”yang  melingkungi”, seperti juga kata ”Ocean (Samudra)” itu sendiri (hal 342).  Simbol Atlantis:  MATAHARI, Bintang Laut sebagai simbol Matahari di bawah laut (malam hari). Simbol Atlantis yang hilang tenggelam, tersembunyi di bawah laut  (hal 265 s/d 278).

Dalam  penuturan Marselinus Nurat Maran dan Hendrikus Regi Maran, menyangkut Kepulauan Solor Purba, melalui ungkapan kata Lamaholot yang sebenarnya adalah: Lama Ho Olot. Kata Lama berarti: Suku atau Kelompok, sedangkan Ho Olot berasal dari kata: Hong dan Olot. Kata hong artinya: Muncul atau timbul atau naik. Sedangkan Olot artinya: bergulung atau bergelombang. Jadi Lama Ho OLot (LAMA HO LOT) berarti kelompok atau suku yang di hanyutkan atau di bawa oleh arus dan gelombang sampai terdampar di pantai.

Suku atau kelompok yang dibawah oleh arus dan gelombang dari tengah laut (suku atau kelompok dari kerajaan Wato Wan Pito Tanah Parak Wade Lema). Ada dua suku atau kelompok yakni: 1.  Dibawah oleh: Kopong Kuda Wulin Rua Mamung Gojak Taran Pito, yang terdampar di Nuha Atah Latalah (Werah Miten Jabon Tameng, Keroko Pukang Lapan Batan Tanah Nusar Eban Belen/Alor). 2. Di bawah oleh: Ama Sadi Boli Burak singga di Ile Belega Lega Woka Banole-Nole, kemudian berlayar lagi dibawah oleh arus dan gelombang sehingga terdampar di Pita Belen yakni: Gede Rade Onen. Kemudian Ama Sadi Boli Burak menancap lembing (tombak) di pasir putih dan menamakan dirinya “Ama Sadi Hading Gala“. Akhirnya sampai sekarang di sebut: Teluk Sina Hading Gala (Teluk Hading).

Kemudian Ama Sadi Hading Gala membawa suku atau kelompoknya untuk Tonga Ile Geleng Woka, Seban Neban Raja, Soba Sagu Tuan terhadap Regi Belen dan Kaum Ile Jadi di kerajaan Eli Matan Pito Eli Lotak Leluari. Dalam Ae Arah Soba Sagu, Seban Neban Tonga Gelen Raja Tuan Ile Belen, Ile Talu Suban Woka Ban Doni Mandiri Tanah Lolon, maka Regi Belen merasa kasihan terhadap Kaum Lau Lewa Luat Dai. Akhirnya Regi Belen menyampaikan beberapa hal terhadap kaum Lau Lewa Luat Dai  (suku atau kelompok yang di pimpin oleh Ama Sadi Hading Gala), sebagai berikut: 1. Membangunkan pemukiman untuk suku/ kelompok Ama Sadi Hading Gala dengan nama Lewo Belen (disamping ile mandiri). 2.Regi Belen menamakan lima nuha bao bajat nebon, sebagai persiapan penempatan seluruh suku/ kelompok lau lewa luat dai dengan nama suku/ kelompok menjadi satu yaitu lewo lamaholot tanah ekan bura wakon terdiri dari: 2.1.Wato rain tanah adam (ile mandiri) mencakupi: baipito lewo lema, rarantukan demon pagong, titehena, ile bura, wulan gitan, dan tanjung bunga. 2.2  Werah miten jabon tameng (alor). 2.3.  Solor rera gere (lembata).2.4. Solor tega rua (solor), .2.5. Solor rera lodo (adonara). 3.   Regi belen ingin menyatukan kiwan watan sadik sare, puna tupat mopo rorit, ihiken noon selaka lapiten noon belaon dein lewo wani tanah hone koke padak bale perik nuba mula bale pake lewo lein tanah pake suku lain wun. 4. Regi Belen ingin wekan hukat tanah duga dawin ekan untuk ata lamaholot sedangkan tanah kolen ile ekan matan woka adalah dia yang sebagai penguasa tunggal (milik Regi Belen dan kaum ile jadi). Dimaksudkan kaum ile jadi yaitu, sebagai berikut: 1) Bagi Regi Belen yang keturunan dari nurat belen dan ia mati tanpa keturunan. 2)  Barekama Matan Petala, yang menurunkan, Dihe Ehe Ama dan Ojan Barekama, yaitu suku Ama MARAN yang kini berada di lewo ema bapa BAIPITO yaitu, lewo mudakaputu tanah ledo lolon lou koke ile bale woka, nuba sadi lakin bela hara geka!

Pada prinsipnya Lamaholot berasal dari lau lewa luat dai, ata lamaholot (orang lamaholot) datang dan bermukim dengan orang-orang keturunan Ata Latalah baik di wera miten jabon tameng (alor) maupun di wato rain tanah adam di kerajaan Eli Matan Pito Eli Lotak Lelu Arin, Ra’a mean keleka eban Ile Mandiri. Kata “ata latalah” bermakna orang-orang dan tanah kediamannya yang di wariskan oleh seorang leluhur yakni Oka Paji Bara Lali yang adalah anak dari Leu Kumang horong Girek dan Bota Dike Pine Sare.  Manusia pertama yang melahirkan peradaban dunia. Nuha Bao Bajat Nebon ata Latalah di sana terdapat sebuah Lewo (kampung) yang bernama Werah Miten Jabon tameng, kampung ini kemudian tenggelam sehingga dapat di pastikan dengan tenggelamnya tempat ini, maka tenggelam pulalah peradabaan awal mulanya dunia***

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 27 Februari 2014


Chris T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar