Kamis, 25 Desember 2014
Kisah Pemuda Pemberani dari Raksasa yang Zalim
Allah menjadikan Thalut sebagai pemuda yang sangat tampan dan ilmu
Setelah Nabi Musa Alaihissalam (As) wafat, kaum Bani Israil (Ya’qub) kembali tertindas oleh kaum Amaliqah. Kaum ini memiliki tubuh sangat besar, kuat, dan kejam. Mereka seperti raksasa. Mereka berdomisili di daerah dekat Baitul Maqdis. Para ulama berpendapat daerah itu adalah Palestina.
Kaum Amaliqah memiliki seorang pemimpin. Namanya Jalut (orang-orang kafir menyebutnya Golied). Tingginya, menurut banyak kisah, 1 mil. Ia berasal dari dinasti Bukhtanashar.
Kaum Bani Israil amat tertindas dengan hadirnya kaum Amaliqah. Sejumlah 400 pembesar Bani Israil ditahan oleh mereka. Rakyat Bani Israil ditarik upeti yang mencekik di negara mereka sendiri.
Tak ada seorang Nabi pun di kaum Bani Israil yang lahir saat itu. Nabi
Yasa’ As –generasi Nabi setelah Musa As– telah lama wafat. Hingga akhirnya seorang wanita bernama Hubla melahirkan seorang bayi bernama Syamwil. Syamwil ini diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) sebagai seorang Nabi yang bertugas
melanjutkan risalah Nabi-nabi sebelumnya.
Kepada Syamwil-lah kaum Bani Israil mengadukan penindasan kaum Amaliqah. Mereka meminta Syamwil As menunjuk seorang pemimpin di antara mereka untuk
diangkat menjadi raja yang kelak akan memimpin mereka berperang melawan kaum Amalqah.
Syamwil As berkata, ”Jangan-jangan setelah diwajibkan atas kalian berperang, kalian malah meninggalkannya. ”
Kaum Bani Israil menjawab, ”Bagaimana mungkin kami tidak berpereng sedangkan kami telah diusir dari rumah kami sendiri dan dari anak-anak kami?”
”Baiklah,” kata Syamwil As, ”Allah telah memilih Thalut sebagai raja kalian.”
Mereka semua tercengang tidak percaya. Soalnya, Thalut bukanlah keturunan Yahuz bin Yakub, saudara Yusuf, yang telah menganiaya adiknya itu. Thalut hanya tukang
samak dan pengembala.
Padahal, Thalut adalah keturunan Lawa. Sementara Lawa adalah keturunan Bunyamin putra bungsu Ya’kub. Sejak beberapa generasi, tak ada dari keturunan Lawa yang menjadi Nabi atau raja.
Thalut adalah pemuda yang sangat tampan. Allah Swt telah menambahkan ilmu dan kesempurnaan fisik kepadanya.
Kaum Bani Israil lalu meminta bukti bahwa Allah benar-benar telah memilih Thalut. Syamwil As menjawab, ”Sesungguhnya tanda bahwa Thalut terpilih sebagai raja adalah datangnya Tabuut. Di dalamnya terdapat ketenteraman dari Tuhan kalian dan terdapat pula peninggalan dari keluarga Musa dan Harun.”
Tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari kayu Syimsyar dengan ukuran 3×2 dzira’. Peti itu disepuh emas. Di dalam terdapat sepasang alas kaki Nabi Musa beserta tongkatnya, sorban Nabi Harun, semangkuk Manna yang diturunkan Allah Swt semasa Nabi Musa As untuk makanan pagi kaum Bani Israil, dan buku-buku dari Nabi terdahulu.
Tak berapa lama datanglah malaikat membawa Tabuut dan menjatuhkannya tepat di hadapan kaum Bani Israil.
Melihat kejaiban itu, mereka serentak mengakui kedaulatan Thalut sebagai raja dan segera bersiap untuk berperang melawan kaum Amaliqah.
Thalut memilih 70 ribu pemuda sebagai prajuritnya. Di antara mereka terdapat seorang pemuda bernama Daud.
Mereka adalah orang-orang pilihan yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya.
Thalut beserta rombongan berangkat dari Bait al Maqdis (Palestina). Gurun yang kering dan panas membuat mereka sangat kehausan. Mereka kehabisan bekal. Air yang sangat mereka inginkan tak juga ditemukan.
Di tengah perjalanan, Thalut berkata, ”Tak lama lagi Allah Swt akan menguji kalian dengan sebuah sungai.
Barang siapa minum dengan berlebihan dari sungai itu maka mereka bukanlah termasuk golonganku, kecuali mereka yang hanya minum dan makan sekadarnya, secebok dengan tangan mereka.”
Mulanya para prajurit berjanji untuk tidak tergoda dengan sungai itu. Mereka hanya akan meminum air sungai itu sedikit saja. Namun, ketika sungai yang dimaksud Thalut telah tampak di depan mata, panjang dan lebar, dengan airnya yang bening dan terasa amat sejuk, serentak mereka lupa dengan janji mereka.
Sebagian besar dari mereka menceburkan diri ke dalam sungai, meminum dengan sepuasnya. Hanya tinggal 313 saja yang tetap teguh pada pendiriannya.
Atas izin Allah Swt, prajurit yang telah melanggar janjinya itu tiba-tiba menjadi ciut nyalinya untuk berperang. Banyak di antara mereka yang lemah lunglai dan mengantuk. Mereka berkata, ”Tak mungkin kita melawan Jalut. Tak ada kekuatan pada kami untuk melawan Jalut dan para prajuritnya. ”
Sementara 313 prajurit yang tadi bisa memegang janjinya tetap bersikukuh untuk melanjutkan peperangan. Mereka berkata, ”Dengan izin Allah, banyak golongan kecil akan dapat mengalahkan golongan yang lebih besar. Karena sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Thalut berangkat dengan sisa-sisa prajuritnya. Barisan pun diatur. Strategi juga diatur dengan sangat piawai oleh Thalut.
Diriwayatkan, jumlah prajurit Jalut kurang lebih 100 ribu orang dengan persenjataan lengkap. Posisi Jalut sangat menguntungkan. Mereka juga tak akan kekurangan
bekal, karena mereka diserang di daerah kekuasaan mereka sendiri.
Namun pasukan Thalut yang tersisa sama sekali tak ciut melihat hal itu. Mereka sangat yakin dengan pertolongan Allah Swt. Kalau pun harus mati, mereka pasti akan bertemu dengan Allah Swt.
Perang dahsyat pun dimulai. Banyak korban berjatuhan di pihak Jalut. Bahkan, di luar dugaan, Jalut terbunuh di medan itu. Siapa pahlawan yang membunuh Jalut?
Dua versi
Ulama terpecah dua dalam menyimpulkan siapa yang membunuh Jalut. Yang pertama, sebelum berangkat, Thalut mengadakan sayembara kepada para prajuritnya.
Barang siapa bisa membunuh Jalut akan dijadikan menantunya dan mendapat separuh dari kerajaannya.
Tak seorang pun yang berani maju. Thalut pun berdiskusi dengan Syamwil. Lalu Syamwil berdoa kepada Allah Swt memohon petunjuk.
Kemudian, Syamwil membawa semangkuk minyak dan menyuruh semua prajurit menggunduli kepalanya. Minyak itu dituangkan ke kepala setiap prajurit. Begitu dituang, minyak itu meleleh tumpah berjatuhan dari kepala meraka. Hingga tiba giliran pemuda bernama Daud bin Aisya As. Dia adalah bungsu dari 13 bersaudara.
Di kepala Daud As minyak itu tidak tumpah, tapi malah membentuk sebuah topi baja untuk berperang. Berkatalah Syamwil As, ”Engkaulah anak muda yang akan berhasil membunuh Jalut.”
Begitu Daud As bergegas akan pergi ke shaf terdepan, sebuah batu memanggilnya. ”Bawalah aku Daud. Karena aku adalah batunya Nabi Musa.” Daud As memungutnya.
Setelah akan melanjutkan perjalanan lagi, sebuah batu kecil memanggilnya lagi, ”Bawalah aku Daud, aku adalah batu yang akan membantumu membunuh Jalut.”
Daud pun kembali memungutnya.
Begitulah! Hingga ada 3 buah batu kecil di saku baju Daud dengan sebuah miqla’ (ketepel) di tangannya.
Dalam perang melawan Jalut, Daud menggunakan miqla’nya. Atas izin Allah Swt, 3 buah batu yang tadi dibawanya tepat menembus mahkota hingga kepala Jalut. Jalut pun tumbang dan mati.
Pendapat kedua, dari ulama-ulama Salaf. Mereka mengatakan, Jalut mati di medan perang dan tak seorang pun tahu siapa pembunuhnya. Banyak prajurit yang mengaku-ngaku sebagai pembunuh Jalut karena ingin mendapatkan hadiah sayembara yang dijanjikan Thalut.
”Sayalah pembunuh Jalut,” kata mereka. Thalut pun bingung dan miminta bantuan Syamwil As untuk memecahkan masalah ini. Maka, Syamwil As menggunakan cara seperti yang telah disebutkan di atas. Hanya Allah Swt yang Maha Tahu riwayat mana yang benar. Yang pasti, si pembunuh Jalut adalah Daud As. Karena Al-Qur’an telah menceritakan begitu.
Thalut menepati janjinya. Daud As dinikahkan dengan seorang putrinya dan diberi separuh kerajaanya. Daud As pun hidup dengan tenang selama 40 tahun. Setelah
itu Thalut wafat. Sepeninggal Talut, Daud-lah yang menggantikannya sebagai raja. Daud As diangkat oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul dan diturunkan kepadanya
kitab Zabur.*/Sahid
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar