R.M. Margono Djojohadikoesoemo Bapak Bank dalam Revolusi Indonesia
Selain dikenal sebagai ekonom senior pada jamannya dan ketua DPA RI (Dewan Pertimbangan Agung) yang pertama, R.M. Margono Djojohadikoesoemo dikenal juga sebagai pioneer dari perbankan Indonesia. Kemerdekaan mempunyai tujuan dan salah satu tujuan tersebut adalah mencapai kesejahteraan, melalui kemandirian ekonomi, berubah dari ekonomi terhisap menjadi ekonomi yang mampu mengelola kekayaan dan sumber dayanya sendiri untuk kepentingan kemakmuran dari bangsa sendiri. Implementasi dari tujuan tersebut adalah salah satunya mendirikan instrument moneter atau lembaga keuangan negara untuk mengatur salah satu komponen ekonomi Negara yaitu instrument moneter dan sirkulasi dari keuangan Negara. Dan istrumen itu bisa berarti tata sirkulasi moneter oleh sebuah bank sentral sirkulasi.
Tata kelola yang masih nihil dilakukan pada masa revolusi yang disibukan dengan berbagai masalah urgent lainnya yang berupa revolusi fisik membuat hal yang merupakan salah satu elemen pokok kemerdekaan ini tertinggalkan. Mengapa ekonomi menjadi elemen pokok? Kita mengacu pada beberapa taktik yang juga digunakan oleh Belanda dalam mengurung dan mengagapkan usaha republik dalam mempertahankan kemerdekaannya yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Salah satunya adalah Blokade lautan yang diperlakukan dalam usaha melumpuhkan berbagai usaha ekonomi dan hubungan dengan kawasan lain oleh Belanda, hal ini ditujukan untuk menciptakan situasi ekonomi yang buruk dalam wilayah Republik sehingga konsolidasi kemerdekaan akan dilaksanakan oleh para pejuang akan mengalami hambatan dan gagal dan pihak Belanda dengan leluasa akan masuk dengan jalan memberikan konsesi-konsesi ekonomi yang mengiurkan pada wilayah dan rakyat republik. Untuk menunjukkan bahwa Belanda lebih mampu memberikan kesejahteraan daripada Republik dan daripada para pemimpi Republik yang hanya akan menganjurkan pertumpahan darah yang tidak berguna.
Agresi Militer I
Usaha dari Belanda dalam mengagalkan konsolidasi kemerdekaan tidak berhenti hanya pada blokade dan lautan saja tetapi juga mengunakan cara agresi militer. Mulai dari Agresi militer pertama atau “Operatie Product” pada tanggal 21 Juli 1947 tujuan dari operasi ini adalah merebut daerah sumber ekonomi republik yang berupa perkebunan, dan daerah yang kaya akan sumber daya alam terutama minyak, dan daerah pelabuhan yang mempunyai nilai strategis perdagangan dan ekonomi. Sehingga setelah terjadinya operasi ini, Republik tinggal menguasai wilayah-wilayah tergolong miskin. Daerah yang merupakan daerah ekonomi merupakan sasaran utama dari operasi ini mulai dari daerah perkebunan tembakau di Sumatera Barat, daerah Perkembunan di Jawa Barat, Daerah Pabrik gula dan sentra perkebunan gula di Jawa Timur, Pelabuhan Ekonomi di Pantura, dan pelabuhan Ekonomi di Sumatara bagian Barat, dan kota-kota pertambangan telah jatuh ke tangan Belanda. Jelas sekali desain perang dari Belanda adalah membuat Republik semakin menderita secara ekonomi sehingga tidak mampu menanggung hidupnya sendiri, dan kemudian setelah keadaan ekonomi yang semakin memburuk, Belanda tinggal memberikan pukulan terahir yang mematikan di jantung wilayah republik yang tersisa. Yang intinya selain ingin cepat mengakhiri konflik di daerah kolonialnya (baca Hindia Belanda) belanda juga dikejar tengat untuk segera memulihkan ekonomi dalam negerinya yang carut marut karena terkena imbas Perang Dunia ke II, sekaligus untuk memberikan alternatif dana segar, selain yang digelontorkan oleh Marshal Plan, yang terindikasi akan membuat kekuatan ekonomi lama Eropa akan jatuh oleh kekpuatan ekonomi baru dunia yaitu Amerika.
Agresi Militer II
Lebih dikenal dengan “Operatie Kraai” atau Operasi Gagak pada tanggal 19 Desember 1948. Tujuannya adalah memberikan pukulan terahir secara militer untuk kekuatan Republik yang tersisa. Tujuannya adalah segera melakukan netralisisr pada kekuatan bersenjata republic dengan menanigkap seluruh pimpinan republic dan menghapuskan segala bentuk konsesi, traktat perjanjian yang membuat secara de Facto dan De Yure republik ini ada. Cukup menarik jika kita menyimak beberapa tulisan dan catatan yang telah ada, bahwa sesungguhnya pendaratan pasukan Belanda ke Jogjakarta bertujuan untuk “menolong Sahabat kita Sultan” dan ketika Belanda mencapai pusat kota, salah satu target utama selain Gedung Agung untuk menangkap para pemimpin Republik, Belanda mendatangi gedung De Javasche Bank dan “merampok” seluruh asset bank tersebut (pada waktu itu gedung De Javanche Bank menjadi gedung Bank Negara Indonesia dan sekarang menjadi gedung BI).
Peran sipil dalam revolusi
Dari gambaran yang tertulis, tersisip sekelumit cerita, bukan dari panasnya medan pertempuran yang telah banyak digambarkan. Tetapi cerita berbagai usaha di balik layar revolusi yang memaksa Belanda mengunakan upaya militer untuk menghentikannya. Dan cerita tersebut mengambarkan apakah yang dilakukan oleh para pemimpin Republik selama dia mempersiapkan infrastruktur kemerdekaan dan infrastruktur Negara, karena pemimpin republik tentu tidak semua mengangkat senjata di garis depan seperti yang yang selalu digambarkan melalui sejarah militer republik ini, atau ikut dalam berbagai gelombang masa dalam pertemuan-pertemuan politik antar tokoh yang pada saat itu saling menjatuhkan dalam berebut pengaruh dalam pertarungan dinamika internal republik. Dan bobot yang dilakukannya tentu tidak kalah penting bahkan lebih penting daripada berbagai intrik politik dan perseteruan antar kubu politik internal Republik yang pada saat itu bersifat parlementer, yang oleh Belanda di prediksi akan menyebabkan penghancuran dari dalam dan memudahkan penguasaan karena perpecahan dari berbagai unsur patron politik dan kekuatan dibawahnya (dengan tidak ter-urusnya ekonomi moneter sebuah Negara akan menjerumuskan sebuah Negara dalam krisis moneter dan ekonomi yang mengakibatkan naiknya harga barang dan jasa disebabkan oleh inflansi). Pembangunan konsolidasi kekuatan ekonomi yang justru menjadi sebuah kekuatan yang ditakuti belanda dan menjadi pokok dari berbagai sumber kekuatan revolusi justru sering terkubur dengan hiruk pikuk revolusi yang banyak mengacu pada perdebatan politik dan perjuangan senjata yang bersifat jiwa muda, terlihat lebih menonjol pada jaman itu.
Setelah gambaran dari situasi yang disebakan factor eksternal Republik yang berupa agresi militer Belanda, kita sekarang melihat perkembangan konsolidasi ekonomi dan modal revolusi Republik yang digagas oleh R.M. Margono Djojohadikoesoemo, dalam kronologi sbb;
No. | Hal kejadian | Waktu | Keterangan |
1. | Surat kuasa yang ditandatangani oleh Soekarno Hatta untuk pembentukan “Bank Negara Indonesia” pada sidang kabinet, yang memberikan kuasa pada R.M. Margono | 19 September 1945 | Surat bertanggal 16 September 1945, dan ditandatangani pada tanggal 19 September 1945 |
2. | Dimulai dengan Persiapan untuk membangun Bank sirkulasi | 14 Oktober 1945 | Seiring dengan pembentukan badan lain untuk mempertahankan kemerdekaan, dan politik anti kolonial |
3. | Dibentuk yayasan bernama “Poesat Bank Indonesia” | - | Sebagai persiapan pengumpulan modal mendirikan bank, atas saran R.M. Soerojo |
4. | Mendapatkan hibah dana fonds kemerdekaan | - | Dana sukarela yang dikumpulkan dari masyarakat untuk perjuangan kemerdekaan yang dikelola oleh Dr. Soeharto (dan salah satunya adalah sumbangan dari keraton Yogyakarta) |
5. | Berkantor di Jalan Menteng 23 | - | Bekas gedung kantor Jepang yang telah direbut oleh Republik |
6. | Mendapatkan nasabah pertama | - | Tambang emas cikotok dalam kesulitan produksi sehingga memerlukan suntikan modal untuk memulihkan produksinya |
7. | Pindah ke Yogyakarta | Pada bulan Januari 1946 | Seiring dengan berpindahnya para pemimpin revolusi dan pusat pemerintahan Republik yang berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946, menempati bekas gedung De Javasche Bank |
9. | PERPU No.2 tahun 1946 tentang BNI sebagai bank sentral | 15 Juli 1946 | Bertugas sebagai kas pemerintah saja, berlaku sampai dengan 1955 |
10. | Pembukaan perdana BNI | 17 Agustus 1946 | Oleh Moh. Hatta yang kemudian PERPU no 2 tahun 1946 dijadikan UU BNI |
10. | Perampokan BNI dan dana revolusi oleh Belanda | 19 Desember 1948 | Agresi militer Belanda ke II |
11. | Nasib BNI di konfrensi antar Indonesia (BFO-RI) | 19-22 Juli 1949 | Delegasi RI harus berkopromi jika ingin mendapatkan dukungan BFO dalam KMB, BNI harus disingkirkan dan De Javasche Bank yang harus dijadikan Bank sentral |
12. | Nasib BNI di KMB | 23 Agustus-2 November 1949 | Dengan tiadanya delegasi yang membahas masalah ekonomi selain delegasi yang membahas tentang masalah politik, maka Indonesia mengalami beberapa kerugian ekonomi, seperti; a. Konsensi perkebunan dan perdagangan b. Pengelolaan SDA yang masih dikuasai oleh Belanda c. Bank swasta belanda yang menjadi bank sentral d. Dan yang paling menyakitkan Indonesia menanggung hutang papasan perang yang harus dibayarkan kepada Belanda |
Dari kronologi di atas bias terlihat bahwa apa yang diskenariokan Belanda dengan penghancuran dari dalam justru tidak berhasil karena Republik mampu bertahan dan justru mampu mendanai berbagai pengeluaran dan perjuangannya sendiri tanpa bantuan pihak luar. Republik sedikit demi sedikit justru mempunyai sumber devisa untuk membiyayai pemerintahan dan bahkan membiayai angkatan perangnya. Dan hal ini yang memaksa Belanda untuk membuat sebuah kelputusan dengan mengkhianati perjanjian Renville dan melakukan serangan cepat ke jantung Republik walau dengan resiko KTN (komisi tiga Negara) masih ada di Yogyakarta, untuk segera memutuskan dan mengucilkan komunikasi diplomasi republik yang semakin kuat dengan PBB (di PBB pada saat itu mulai muncul embrio persaingan perang dingin antara sesama negara pemenang perang Dunia ke II untuk mencari pengaruh di negara-negara baru yang baru merdeka, sehingga mereka saling berlomba mengulurkan tangan memberi bantuan).
Pengambaran sengaja mengambil tempo pada masa revolusi fisik dan sampai pada masa puncaknya penandatanganan KMB, hal ini disengaja untuk memberi gambaran alernatif dari suasana perebutan dan mempertahankan kemerdekaan dari sudut pandang yang belum banyak diketahui khalayak. Dan lebih mengali pada kedalaman ingatan sejarah yang tidak langsung tergambarkan dalam frame besar sejarah Indonesia, sebagaimana sebuah usaha mengisi kemerdekaan tersebut yang betul-betul lahir dari rahim revolusi, dengan mudahnya ditinggalkan oleh konsesi yang mengkedepankan hasil dengan mengorbankan cara perjuangan dan ide capaian dari perjuangan dan kemerdekaan.
Ika R
Tidak ada komentar:
Posting Komentar