Kamis, 25 Desember 2014

Antara Menteri Saifuddin Zuhri Sampai Bekasi

Kisah Mgr. Soegijapranata, dari Muslim minta dibaptis setelah masuk Kolose
Antara Menteri Saifuddin Zuhri Sampai Bekasi


BEBERAPA teman saya lihat sangat geram dan marah saat mengomentasi peristiwa upaya kristenisasi terhadap anak-anak di sejumlah Sekolah Dasar di wilayah Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat.

Kristenisasi sejujurnya adalah salah satu denyut nadi utama dalam agama Kristen, seperti yang dikatakan oleh Paus John Paul II, yang mengeluarkan fatwa gerejani agar kaum Katholik mengambil tindakan untuk menyebarkan agama katholik. Ia mengemukakan pentingnya untuk melakukan Kristenisasi terhadap semua bagian dunia (to evangelise in all parts of the world).

Dalam “The Decree on The Missionary Activity of the Church” (Ad Gantes), disebutkan bahwa, “Gereja –apapun namanya- memiliki tugas suci untuk menyebarkan Injil kepada seluruh bangsa dan seluruh manusia.

Sebab itu, “semua manusia harus dijadikan Kristen dan menerima Yesus sebagai juru selamatnya”.

Dokumen ini disetujui dengan voting para peserta konsili dengan suara 2394 setuju dan 5 menolak dan diumumkan oleh Paus Paulus VI pada 18 November 1965.

Prinsip ini tidak hanya berlaku di Katolik, tetapi juga di kalangan Kristen Protestan. Posisi misi barangkali mirip dakwah dalam Islam. Oleh karena itu, tidak mungkin orang Kristen akan menghentikan aktifitas Kristenisasi, sebab ia adalah salah satu bilik utama dalam jantung agama mereka, bilik itu disumbat, maka ia akan sekarat, seperti fenomena yang kita lihat pada Kristen Eropa saat ini. Hanya saja karena umat Kristen itu tinggal di sebuah wilayah majemuk dengan beragam agama, maka tentu para misionaris itu harus belajar etika dalam bergaul di tengah masyarakat, sehingga dalam penyebaran agamanya tidak ngawur seperti “sales yang diburu target” kata seorang teman saya yang beragama Katolik.

Apa yang terjadi di Bekasi tersebut memang mempermalukan “akal sehat agama”, bagaimana tidak, salah satu ordo Kristen yang beranaung di bawah Yayasan Mahanaim menawarkan proposal pemberian motivasi belajar kepada SDN 01, SDN 05 dan SD Al Hikmah, desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan Bekasi baru-baru ini.

Tentu saja pengajuan proposal itu tidak atas nama Yayasan Mahanaim, tetapi atas nama Yayasan Satria Bangsa. Saat pemberian motivasi berlangsung nampak sekali upaya untuk pengenalan agama Kristen kepada para siswa, termasuk pada hadiah yang disediakan sarat dengan corak kekristenan, seperti gambar Yesus dan petikan ayat-ayat Bible. (“Ada Upaya Pemurtadan Berkedok Mobil Pintar”, berita di HU Republika, Selasa 25 Oktober 2011, hal. 12 kolom 2).

Kisah Anak Menteri

Sebenarnya apa yang terjadi di Bekasi ini adalah fenomena gunung es kristenisasi di tengah umat Islam.

Jangankan anak-anak yang berasal dari kalangan awam, anak seorang menteri agama pun tidak luput dari upaya propaganda dari misionaris Kristen.

Kisah ini disampaikan langsung oleh KH, Saifuddin Zuhri, yang menjabat Menteri Agama pada era Presiden Sukarno, seperti dalam buku “KH Saifuddin Zuhri : Eksistensi Agama dalam Nation Building dalam Azyumardi Azra, Dr, dkk, Menteri-Menteri Agama RI, Biografi Sosial Politik, (Jakarta : Kerjasama INIS-PPIM-Balitbang Depag : 1998) hlm. 237.

“Semua orang tahu bahwa aku –meskipun Menteri Agama- tetapi selaku pribadi aku adalah orang Islam. Suatu hari datang kepadaku seorang propagandis Kristen menawarkan buku-buku bacaan ke-Kristenan untuk anak-anakku. Aku katakan kepadanya bahwa aku mempunyai perpustakaan pribadi di rumah, juga untuk anak-anakku … kalau kepada seorang Muslim yang kebetulan Menteri Agama propagandis Kristen dengan leluasa mendatanginya, betapa pula terhadap orang-orang Islam golongan awam.”

Dan yang mungkin tidak diketahui oleh banyak orang, bahwa salah satu titik awal terbentuknya komunitas Kristen di Indonesia, juga hasil dari proses penginjilan kepada anak-anak. Hal ini dengan gamblang dikemukakan oleh Kareel Steenbrink saat menceritakan kiprah van Lith melalui Kolese Xaverius.

“Pembukaan sekolah-sekolah desa sejak tahun 1907 merupakan permulaan riil dari pendidikan massal mengikuti cara Barat di seluruh wilayah Hindia Belanda, hal itu terbukti mendatangkan peluang kerja yang amat besar bagi jebolan sekolah Muntilan (Kolese Xaverius). Anak laki-laki yang masuk sekolah ini semuanya muslim. Mereka semua tamat sebagai orang Katolik. Beberapa kelompok siswa melanjutkan studi mereka menjadi imam. Tahun 1940, Mgr. Soegijapranata ditahbiskan menjadi uskup pribumi di Indonesia.” (Kareel Steenbrink, Orang-Orang Katolik di Indonesia 1808-1942, Sebuah Pemulihan Bersahaja 1808-1903, (NTT : Penerbit Ledalero, 2006) hal. 384).

Cerita menarik tentang “penaklukan iman” ini nampak sekali dalam kasus Mgr. Soegijapranata saat memasuki Kolese Xaverius.

Soegijapranata kecil sejak awal menyatakan bahwa ia ingin menjadi guru dan tidak ingin menjadi Katolik. Bahkan dalam pergaulan ia sering mengambil jarak dan tak jarang bertengkar dengan para seniornya yang membujuknya untuk masuk Katolik.

Akan tetapi intensitas pergaulan dan pengajaran membuatnya berubah pikiran, ia kemudian justru meminta diperbolehkan mengikuti pelajaran agama Katolik dan tiga bulan kemudian minta dibaptis. (G. Budi Subanar, SJ, “Seabad Van Lith, Seabad Soegijapranata, tulisan” dalam buku Gereja Indonesia Pasca Vatikan II, Refleksi dan Tantangan, (Yogyakart : Kanisius, 2003). hal. 53-59).

Bisa dibayangkan bukan bagaimana pertahana iman seorang anak SD ketika berhadapan dengan para Pater Jesuit pengasuhnya yang mungkin sudah setingkat profesor.

Torehan keberhasilan ini, boleh jadi telah mengilhami para misionaris untuk terus membidik anak-anak dalam aktifitas penginjilannya.

Karena itu, ada ucapan menarik seorang teman saat menanggapi kristenisasi terhadap anak-anak di sejumlah Sekolah Dasar di wilayah Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat belum lama ini.

“Nek watuk kuei tambane gampang, nanging nek watak yo susah nambani ne.” (Jika batuk ada obatnya, kalo watak susah cari obatnya, red), begitu ia berkomentar. Wallahu a’lam bish showab.*

Arif Wibowo
Penulis adalah peminat masalah sejarah
Keterangan: Foto MGR Soegijapranata dan ilustrasi mobil pintar 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar