Rabu, 24 Desember 2014
Sejarah dan Interpretasi Aliran yang Menyimpang dalam Islam
Islam Jamaah dan ingkarus sunnah juga mengaku menggunakan interpretasi al-Quran sebagai dalil
SEBUAH hadits menyatakan bahwa umat Islam tidak akan pernah
tersesat selama ia berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi.1
Terdapat hadits yang menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan yang selamat 2. Hadits ini masih diperselisihkan tentang kesahihannya, jadi bersifat zhanni
(nisbi), bukan qath’i (mutlak) (3).
Sejak dari timbul fitnah (kisruh) di akhir masa pemerintahan Utsman
bin ‘Affan ra, umat Islam pecah menjadi berbagai firqah (kelompok). Golongan Syi’ah sebagai pendukung Ali bin Abi Thalib, golongan Khawarij sebagai penantang Ali dan Mu’awiyah serta golongan Jumhur (Sunni). Selain itu timbullah pemalsuan hadits karena berbagai alasan, motif. Antara lain karena alasan politik (siasah), karena anti Islam yang terpendam (zanadaqah), karena fanatik (‘ashabiyah), karena gemar mendongeng (qushshah), karena perbedaan penapat/pandangan, karena kesalahan pendapat/pandangan (logika yang keliru), karena menjilat penguasa (M Hasbi AshShidieqy : “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Bulan Bintang, Djakarta, 1953).
Timbulnya perpecahan, firqah, kelompok, golongan, aliran paham sesat
dalam Islam semata-mta karena tak sepenuhnya berpegang pada al-Quran dan hadits. Bisa karena sudah dicemari oleh paham Yahudi, Nasrani, Majusi, Yunani, Hindu, China, dan lain-lain. Juga pengaruh talbis, dansinkretisme. Paham-paham ini bisa masuk, menyelundup ke dalam Islam melalui kaum Munafik, yaitu kaum kafir (Yahudi, Nasrani, Majusi) yang tampil sebagai orang Islam.
Namun sebagian bisa pula dipungut secara aktif oleh orang Islam sendiri dari filsafat Yunani, Hindu, China, dan lain.lain.
Perpecahan, perbedaan paham bisa direduksi diminimalisir dengan
membuang seluruh paham yang telah mencemari ajaran Quran dan Hadits.
Di dalam politik, pemerintahan, kenegaraan, kepemimpinan, yang
mula-mula muncul adalah paham Khawarij, kemudian muncul paham Syi’ah.
Khawarij lebih dulu memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib,
kemudian baru berusaha mencari alasan begi pembenaran pemberontakannya.
Sedangkan Syi’ah, pahamnya yang lebih dulu terbentuk, kemudian baru
mulai mengadakan pemberontakan 4. Jadi Khawarij, lebih dulu melancarkan aksi pemberontakannya, kemudian baru menyusun teori bagi pembenaran aksinya.
Perbedaan kepercayaan
Di dalam akidah, kepercayaan muncul dengan lahirnya paham Qadariah, Jabariah, Asy’ariah, Maturidiah, dan lain-lain. Masing-masingnya menyusun teorinya berdasar pemahaman, interpretasinya pada Qur:an dan Hadits 5.
Di dalam ibadah, fikih muncul paham Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah, Zhahiriah, dan lain-lain. Masing-masing juga menyusun teori, paham, mazdhab dan metodenya berdasar interpretasinya pada Qur’an dan Hadits.
Di dalam tasawuf juga muncul berbagai macam paham, seperti Naqsyqabandiah, Qadiriah, Samaniah, Syatariah, Tijaniah yang menurut Mohammad Natsir lebih bertolak pada rasa dan intuisi katimbang interpretasi, pemahaman akan Kitabullah dan Sunnah Rasul (6). Interpretasinya lebih cenderung pada signal, isyarat.
Ibnu Khaldun dalam “Muqaddamah”-nya menyebutkan bahwa ketika orang-orang sudah mulai cenderung dan terlena dengan urusan duniawi pada abd ke dua hijrah dan sesudahnya, maka muncullah sebagian orang yang khusus beribadah saja yang dikenal dengan nama sufi (Abdul Qadir Isa : “Hakekat Tasawwuf”, Qisthi Press, Jakarta, 2005, hal 10).
Haji Khalifah dalam “Kasyf azh-Zhannun” menyebutkan bahwa orang yang
pertama kali dikenal dengan sufi adalah Abu hasyim ash-Shufi (w150)
(Idem, hal 11).
Doktor Kamil Musthafa dalam kitabnya “Ash-Shilah baina at-Tashawuf wat Tasyri” (Kaitan anytara Tasawul dan Aliran Syi’ah) bahwa orang yang pertama dijuluki dengan sebutah shufi di dalam Islam adalah Jabin bin Hayyan (ahli filsafat dan kimia), Abu Hasyim al Kufi (pembangun padepokan shufiyah di Ramlah) dan Abduk as-Shufi (campuran syi’ah dan shufiyah).
Dalam khazanah sufi terdapat terminolgi; Hulul, Ittihad, Wihdatul Wujud. Hulul adalah paham yang beri’tiqad, meyakini bahwa Allah, berada, bersemayam di setiap bagian bumi, di lautan, di pegununga, di bukit, di pepohonan, pada manusai, pada hwan. Ittihad adalah paaham yang beri’tiqad, meyakini bahwa Khaliq (Allah) bersatu (manunggal) dengan makhluq (manusia). Sihdatul Wujud adalah paham yangberi’tiqad bahwa wujud (ada) hanyalah satu, tidak berbilang. Tak ada yang wujud (ada) kecuali Allah swt. Sedangkan yang maujud (yang diadakan) boleh
berbilang.Adanya (maujud) alam adalah karena adanya wujud (ada) yang
wajib berdiri sendiri. (Dalam “Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim terdapat
pembahasan “Wujud” tanpa “Wihdatul”).
Pimpinan Yayasan Al-Qalam, Pasar Rumput, Jakarta Selatan (M Amin
Djamaluddin, menyebutkan bahwa inti sari ajaran Ibnu Arabi (tokoh
Tasawwuf Falsafi) didasarkan atas teori/paham Wihdatul Wujud yang
menghasilkan teori/paham Wihdatul Adyan (Kesatuan Agama) sebagai hasil dari gabungan teori/paham Al-Ittihad (Manunggal) dan mengadakan
Al-Ittishal (Emanasi, nyambung, tasalsul ath-thuruq?). (“Siapa Ibnu
Arabi? Tanggapan atas pernyataan Dr Nurcholish Madjid”).
‘Abdul Qadir Isa dalam bukunya “Hakekat Tasawuf” menyatakan bahwa
sebutan/predikat Hulul dan Ittihad itu adalah tuduhan bohong yang
dilontarkan oleh orang-orang yang menentang kaum sufi bahwa kaum susfi
meyakini Hulul dan Ittihad. Kaum sufi bebas dari tuduhan bohong itu.
Tidak mungkin kaum sufi yang mengamalkan islam, iman dan ihsan akan
terjerumus pada paham sesat tersebut.
SA al-Hamdany memandang, bahwa Tasawuf itu adalah merupakan campuran dari ajaran-ajaran Brahma, Budha, falsafah Yunani, kepadrian kaum Nasrani dan ajaran baru Plato. Karenanya Tashawuf bukanlah dari Islam dan Islam sendiri suci/bersih daripadanya” (“Sanggahan terhadap Tashawuf & Ahli Sufi”, Al-Ma’arif, Bandung, 1986, hal 15, 33) (Aqidah/keimanan, Ibadah/keislaman, Akhlaq/keihsanan Sufi menyimpang dari Aqidah/keimanan, Ibadah/keislaman, Akhlaq/keihsanan Islam ?).
Hulul, Itihad dan Wihdatul Wujud tidak terdapat dalam Islam (idem, hal 17). Abdul Qadir Isa dalam bukunya “Hakekat Tasawuf” mengemukkan bahwa dari data historis dapat disimpulkan bahwa tasawuf bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Dasar dari ajran tasawuf diserap dari sejarah dan peri kehidupan Rasulullah dan para shahabatnya. Mengacu pada hadits yang menjelaskan Rukun Iman, Rukun Islam dan Rukun Ihsan.
Abul A’la al-Maududi menyebutkan bahwa ia adalah penantang tasawwuf yang selalu digembar-gemborkan oleh mereka yang hatinya berselubung tasawwuf yang menampakkan salah satu cermin/maqam “ihsan”, Pemakaian simbol/lambang tasawuf dan istilah/terminology, pemilihan ungkapan bahsa dan uslubnya serta penetapan metoda/kaifiat thariqat sufi perlu untuk dihindari (“Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Agama”, Bina Ilmu, Surabaya, 1984, hal 111).
Madzhab shufiyah dan madzhaf syi’ah dipandang sebagai saudara sepupu yang berasal/muncul dari sumber yang sama dan yang saling berdekatan dan memiliki tujuan yang mirip sama. Dua kelompok ini bersekutu, mirip dalam akidah secara umum dan juga mirip dalam syari’at yang diterapkan.
Syahrastani (479-584H) mengarang “Al Milal wan Nihal” yang menerangkan berbagai paham agama dan aliran-aliran kepercayaan samapai masa hidupnya 7. Syahrastani menyebut empat golonga besar, yaitu Qadariah, Shifatiah, Khawarij dan Syi’ah 8.
Berdasar dalal zhanni, bukan dalil qath’I, Ibnul Jauzi (wafat 597H) melihat ada enam golongan pokok yang masing-masing terpecah menjadi dua belas golongan, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh puluh dua golongan. Keenam golongan pokok itu ialah: Haruriah, Qadariah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah 9.
Muhammad Ahmad Abu Zahrah dalam bukunya “Al-Madzahib al- Islamiyah” (Madzhab-madzhab dalam Islam) membicarakan aliran-aliran politik dan aliran-aliran kepercayaan dalam Islam, antara lain : Syi’ah, Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, maturidiyah, Salafiyah, Bahaiyah, Qadianiyah.
Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab al Fitan” terdapat hadits-hadits tentang tanda-tanda hari kiamat 10 dan sifat-sifat dajjal 11.
Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab al Iman” terdapat hadits tentang testing, pengujian untuk membedakan antara Nabi dan yang bukan, menurut versi Heraklius (Herkules?).
MUI Pusat merinci sepuluh kriteria untuk membedakan paham aliran
yang sesat dan yang bukan sesat 12.
Aliran sesat dan klaim Rujukan
Di Indonesia kini marak muncul paham aliran baru. Masing-masing menyusun teori berdasar interpretasinya terhadap Qur:an untuk pembenaran pahamnya.
HM Amin Djamaluddin, Hartono Ahmad Jaiz dengan LPPI nya (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) aktif menyoroti, mengkaji, menggugat paham aliran sesat.
Ahmadiyah, al Qadiyah menggunakan hadits tentang turunnya Nabi Isa, turunnya Imam Mahdi, dan ayat Qur:an tentang naaiknya Nabi Isa (QS 3:55) menurut interpretasinya dalam menyusun teorinya, bahwa kedatangan al Masuh al Mau’ud itu sudah disebutkan dalam Kitab Suci terdahulu, dan dialah alMasih alMau’ud itu (al masih ad Dajjal).
Syi’ah menggunakan hadits tentaang turunnya Imam Mahdi, serta mengarang-ngarang tentang kesuperan Ali bin Abi Thalib dalam mengembangkan teori imamahnya. Inkarus Sunnah, al Qur’an Suci menggunakan interpretasinya terhadap
Qur’an dalam menyusun teori, pahamnya.
Islam Jama’ah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan
Hadits dalam menyusun teori, paham manqul nya.
Mahaesa Kurung al Mukarramah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur’ an dan Hadits dalam menyusun, mendukung teori, paham spiritualnya. Ia punya website, situs sendiri.
Wahidiah juga menyusun teori, paham spiritualnya menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadits. Menurut teorinya, olah batin (spiritual) itu mengacu dan mengikuti ungkapan, slogan, semboyan “Lillah-Billah, LirRasul-BirRasul, LilGhauts-BilGhauts”. (Tunduk, patuh, setia pada alGhauts, karena ia punya wewenang memberikan syafa’at) (13). Wahidiah juga punya situs sendiri.
Berpegang Islam
Khalifah Abubakar Siddiq ra pernah memperingatkan umat Islam bahwa suatu masa nanti umat Islam akan berada di persimpangan jalan (maghraqi mahajjah), dibawah penguasa kejam (tiran), umat terpecah-belah, darah mudah tertumpah. Pada masa itu umat Islam hatruslah kembali menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas jama’ah, kembali menjadikan Quran sebagai sumper petunjuk, melakukan
konsolidasi (Simak M Natsir : “Fiqud dakwah”, amadhani, Semarang, 1984, hal 88-89; Risalah Da’wah AL-MUNAWWARAH, Tanah Abang, Djakarta,
Rasulullah memperingatkan bahwa suatu masa nanti umat Islam akan mengalami situasi dimana umat Islam tidak diperintah sesuai dengan sunnah Rasulullah. Pada masa itu umat Islam haruslah kembali berada dalam jama’ah kaum Muslimin beserta pimpinannya. Jika tak ada ada jama’ah kaum Muslimin beserta pimpinannya, maka bersabarlah.
“Lakukanlah dan tunaikanlah kewajiban dan mohonlah hak yang menjadi bagian kepada Allah.” (Simak HR Bukhari, Muslim dalam “Al-Lukluk wal-Marjan”, pasal “Anjuran Supaya Tetap Dalam Jama’ah Kaum Muslimin.” */Asrir Sutanmaradjo. Penulis adalah peminat masalah agama, tinggal di Bekasi.
Sumber rujukan
1.“Muwaththa’” Imam Malik.
2.“Manhaj alFirqah an Najiah” oleh Muhammad bin Jamil Zinu.
3.PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986, “Tentang sabda Nabi saw : “Umatku akan pecah 73 golongan,” oleh Muhammad Baqir.
4.“Sejarah dan Kebudayaan Islam” oleh Prof Dr A Syalabi, jilid II, 1982:308.
5.“Pedoman Pokok dalam Kehidupan Keagamaan Berdasarkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah” oleh KH Tb M Amin Abdullah alBantani, 1984.
6.“Sanggahan terhadap Tasauf dan Ahli Sufi” oleh SA alHamdany, 1982.
7. “Ulama Syafi’I” oleh KH Sirajuddin Abbas, 1975:157-162.
8.“AlMilal wan Nihal” oleh Syahrastani.
9.“Godaan Sytan” oleh Md Ali alHamidy, 1984:128-136.
10.“Jalan Menuju Iman” oleh Abdul Madjid azZaidan.
11.“Tafsir alAzhar” oleh Prof Dr Hamka, juzuk IX, 1982:191-197, re
ayat QS 7:187.
12.RAKYAT MERDEKA, Rabu, 7 November, 2007.
13.“Pedoman Pembinaan Wanita Wahidiyah” oleh Penyiaran Shalawat
Wahidiyah Kedunglo, Kediri, Jatim.
14.“Sanggahan terhadap Tasauf”, 1982:20-23.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar